Pendidikan karakter tidak seharusnya didefinisikan tanpa mendefinisikan karakter. Karakter adalah kulminasi dari kebiasan, yang dihasilkan dari pilihan etis, perilaku, dan sikap yang membentuk individu, dan merupakan keunggulan moral yang menunjukan seorang individu ketika tidak ada seorang pun yang melihatnya. Pendidikan karakter adalah mengajarkan anak bagaimana bertindak dengan cara bertanggung jawab secara moral.
Peran pendidikan karakter dalam melengkapi kepribadian anak (usia 5-12 tahun) dapat dikatakan penting. Ini adalah proses pembentukan kepribadian anak-anak untuk mereka dapat hidup sebagai orang dewasa dalam masyarakat dan mengatur semua tanggung jawab yang datang sebagai orang dewasa di dalam sistem sosial. Karena dengan karakter yang dimiliki si anak, jika diberikan pendidikan karakter maka akan muncul suatu kepribadian yang mengagumkan.
Peran pendidikan karakter dalam melengkapi kepribadian anak (usia 5-12 tahun) dapat dimulai dari rumah. Orangtua adalah guru utama dalam pendidikan karakter secara umum. Anak-anak akan mencontoh perilaku orangtuanya. Jadi sebagai orangtua haruslah berperilaku yang baik, agar anak tidak salah dalam mencontoh. Karena hal ini akan melengkapi kepribadian anak. Kepribadian anak yang masih polos, dapat kita poles dengan ajaran kebaikan. Keluar dari rumah, anak pergi ke sekolah dan bersosialisasi di masyarakat. Dengan bekal pendidikan karakter yang mantap, kepribadian anak tidak akan menjadi goyah.
Sebuah kutipan yang sesuai untuk peran pendidikan karakter dalam melengkapi kepribadian anak (usia 5-12 tahun):
“Teachers and schools tend to mistake good behavior for good character. What they prize is docility, suggestibility, the child who will do what he is told; or even better, the child who will do what is wanted without even having to be told. They value most in children what children least value in themselves. Small wonder that their effort to build character is such a failure; they don’t know it when they see it.” (John Holt; “How Children Fail” )
“Teachers and schools tend to mistake good behavior for good character. What they prize is docility, suggestibility, the child who will do what he is told; or even better, the child who will do what is wanted without even having to be told. They value most in children what children least value in themselves. Small wonder that their effort to build character is such a failure; they don’t know it when they see it.” (John Holt; “How Children Fail” )
Yang artinya kurang lebih adalah :
“Para Guru dan Sekolah cenderung melakukan kesalahan dalam penerapan perilaku untuk pembentukan karakter yang baik. Mereka akan memuji anak yang melakukan sesuatu dengan sangat patuh tanpa membantah sedikitpun, bahkan lebih baik lagi apabila sang anak melakukan sesuatu yang mereka inginkan tanpa perlu diberitahu. Mereka menilai anak – anak seperti ke diri mereka sendiri. Cukup mengherankan bahwa upaya mereka untuk membangun karakter yang baik menjadi seperti kegagalan kecil yang mereka tidak sadari walaupun mereka melihatnya “
sumber : klik disini
Artikel yang berkaitan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar