Hi ALL ,  welcome  |  MY SITE  |  PLEASE READ  |  THANK'S YOU ALL
Selamat datang di online learning, Ayo, terus belajar dan ilmu adalah teman yang paling baik. (kritik dan saran hubungi mhharismansur@gmail.com atau Hp. 081329653007)

Yang Terasing part 6

Written By mhharismansur on Rabu, 09 Januari 2013 | 16.00


Suku Tarahumara dari Meksiko berhasil menghindari para penakluk dari Spanyol pada abad ke-16. Namun, apakah mereka mampu menghadapi serangan kehidupan masyarakat modern?

OLEH CYNTHIA GORNEY
FOTO OLEH ROBB KENDRICK
Suku Tarahumara dan penduduk setempat biasanya naik kereta Chepe di kelas dua, menuju kota atau ke tempat kerja musiman, yaitu memetik buah, tidak jauh di balik pegunungan. Tetapi, penghasilan Chepe yang sebenarnya berasal dari orang luar, yaitu orang Meksiko dan orang asing, yang menjulurkan kepalanya keluar dari pintu kereta yang setengah terbuka, dan turun di tempat-tempat khusus untuk menikmati pemandangan indah, di mana ngarai yang terbentang seluruhnya sangat menakjubkan, sungguh suatu pemandangan yang membuat pening—nama Tembaga bukan berasal dari mineral, melainkan dari kemilau warna-warni tebing luas yang bermandikan cahaya matahari—sehingga sumber daya berikutnya yang dapat dieksploitasi begitu gamblang: kemegahan yang pasti memikat wisatawan. Kita berdiri di tempat itu, mengedip-ngedipkan mata, menikmatinya, merenung: Pemandangan ini demikian elok. Terlalu banyak orang berlimpah harta yang ingin ikut mencicipinya, termasuk seluruh Meksiko yang haus pembangunan. Ini bukan pertarungan yang adil.

Para cendekiawan Tarahumara berkata bahwa budaya mereka mengagumkan dari segi kegigihan—bahwa selama berabad-abad mereka berhasil mengatasi satu demi satu gempuran pengaruh chabochi, dan itulah sebabnya mengapa bahasa mereka tetap tangguh, keyakinan keagamaan mereka tetap kuat, dan begitu banyak wanita mereka yang masih tetap mengenakan selendang penutup kepala dan rok panjang. Suatu kali aku pernah menyaksikan balap lari wanita di luar sebuah permukiman Rarámuri yang tampak kumuh di Chihuahu; ke situlah ribuan orang Tarahumara bermigrasi untuk tinggal di gubuk-gubuk sempit yang mencakup seluruh blok. Orang Tarahumara lebih sering berlari dalam lomba tradisional Rarámuri, orang-orang berkerumun untuk mempertaruhkan ternak atau harta milik lainnya untuk menebak hasil lomba. Pria balapan lari di lintasan yang jaraknya mencengangkan, mengenakan alas kaki huarache atau berkaki telanjang, sambil terus menendang bola kayu sebesar bola bisbol. Jika wanita yang balapan, mereka melemparkan dan menangkap lingkaran dengan kayu panjang sambil berlari, dan begitulah anak-anak perempuan dan remaja putri berlari di jalanan Chihuahua, huarache berderap menapaki batu bata jalan, rok mereka berkibar-kibar menampari betis. Di belakang para penonton yang bersorak riuh-rendah, yang sepertinya bibi dan nenek mereka, barang yang dipertaruhkan ditumpuk setinggi pinggul: setumpuk baju Rarámuri, berkilauan seperti kemeja para joki pembalap kuda.

Tetapi, tumpukan itu terletak di trotoar beton. Di belakangnya, bangunan tempat tinggal sama padatnya dengan bangunan yang pernah kulihat digunakan orang Tarahumara penghuni ngarai untuk mengandangkan domba. Terdapat guru dan tukang kayu di apartemen kecil-kecil di permukiman Rarámuri, dan para penghuni lanjut usia yang dengan penuh hormat diminta menjadi pemimpin masyarakat, serta mahasiswa yang mengambil jurusan antropologi atau teknik industri. Namun, ada juga pengedar narkoba, semuanya tahu, para pemuda remaja yang bersandar santai di dinding mengenakan topi bisbol terbalik, penghirup lem dan pengemis, remaja putri yang sudah punya anak saat masih berusia 13 tahun, serta para pengidap diabetes, orang tambun akibat menyantap “makanan sampah,” dan pengidap alta presión. Namun, bukan hanya mereka yang menjadi korban budaya kehidupan kota; di Guagüeyvo aku berkenalan dengan dokter chabochi yang masih muda yang dinding kliniknya ditempeli bagan kasus-kasus malagizi pada anak-anak balita—60 kasus seperti ini pada musim semi yang lalu, katanya, adalah konsekuensi akibat kemiskinan, panen buruk, dan para orang-tua yang mati rasa akibat terlalu banyak minum bir jagung atau minuman keras yang didatangkan dengan truk, sehingga mereka tidak menyadari bahwa anak-anak mereka tidak cukup makan.

“Kehidupan suku Tarahumara lebih banyak berubah dalam 20 tahun terakhir ini daripada dalam 300 tahun sebelumnya,” demikian kata seorang pendeta Creel bernama Pedro Juan de Velasco Rivero. Dia adalah salah seorang dari sekelompok penganut Jesuit yang berpangkalan di Sierra yang bertugas sebagai pendeta keliling dan perantara kaum Tarahumara dengan chabochi—beberapa di antaranya fasih berbahasa Rarámuri—dan yang sekarang merupakan para pengecam paling pedas di antara orang-orang Meksiko tentang pengaruh budaya chabochi terhadap suku Tarahumara. Di luar dinas pariwisata pemerintah, amatlah sulit menemukan orang di Chihuahua yang dengan sepenuh hati percaya pada cetak biru pengembangan Ngarai Tembaga, yang menampilkan gondola besar dari kaca-dan-baja yang menyusuri bibir ngarai serta perkiraan yang sangat optimistik tentang pasar pengunjung yang mungkin berdatangan: 7,2 juta orang dari A.S., demikian yang digembar-gemborkan dalam tajuk sebuah brosur, dan 5,5 juta lagi pengunjung dari Meksiko. Tetapi, kudengar ada beberapa chabochi dan bahkan segelintir orang Tarahumara yang mengatakan bahwa wilayah itu sesungguhnya dapat memanfaatkan kemajuan pesat ekonomi ini—beberapa fasilitas pariwisata dan sebuah bandara komersial setempat. Kemiskinan bukanlah sesuatu yang mulia, demikian salah seorang pemilik hotel di Creel berkata dengan geram, meskipun terdapat di ngarai yang serba indah dan dihiasi rok yang serba elok.
Artikel terkait

  • Yang Terasing part 1
  • Yang Terasing part 2
  • Yang Terasing part 3
  • Yang Terasing part 4
  • Yang Terasing part 5
  • Yang Terasing part 6
  • Yang Terasing part 7
  • Yang Terasing Lengkap
  • Menjaga Situs Pusaka Dunia
  • Tidak ada komentar:

    Posting Komentar