Suku Tarahumara dari Meksiko berhasil menghindari para penakluk dari Spanyol pada abad ke-16. Namun, apakah mereka mampu menghadapi serangan kehidupan masyarakat modern?
OLEH CYNTHIA GORNEY
FOTO OLEH ROBB KENDRICK
FOTO OLEH ROBB KENDRICK
Bandara komersial pertama di wilayah itu rencananya akan dibangun di Creel, bekas pusat industri kayu yang perekonomiannya dewasa ini bergantung pada jalur kereta api berpemandangan indah yang melintasi kota. Para perencana dari pihak pemerintah meramalkan bahwa selanjutnya akan terjadi ledakan pembangunan hotel untuk menampung wisatawan baru yang datang berbondong-bondong. Para pejabat di Chihuahua, negara bagian di Meksiko yang mencakup sebagian besar wilayah Tarahumara, membujuk para investor swasta untuk membangun kompleks pariwisata di bibir ngarai—loncat bungee, kereta gantung, lebih banyak hotel, dan “kampung Indian” sebagai tempat pameran permanen untuk menampilkan “ritual, upacara, dan busana”—yang akan dibangun jauh ke sebelah barat rute rel kereta api, menyusuri tempat yang sekarang menjadi tempat wisatawan menikmati pemandangan yang dipenuhi para penjaja, orang Tarahumara. Para penjaja ini hampir semuanya wanita dan anak-anak, menawarkan keranjang dan anyaman yang mereka ketahui disukai wisatawan. Anak-anak perempuan yang masih berusia di bawah usia sekolah, atau sudah cukup umur tetapi bekerja sebagai penjaja cendera mata, mengasongkan tangan yang dipenuhi gelang kepang sambil terus mengucapkan kata bahasa Spanyol pertama yang pernah mereka kenal: “¿Compra?—Mau beli?"
Rencana pengembangan Ngarai Tembaga sarat dengan ketidakpastian dan kontroversi—pembangunan bandara mengalami penundaan berkali-kali, dan perdebatan tentang lingkungan terus berlanjut, terutama karena seluruh wilayah Sierra secara berkala dilanda hembusan angin panas. (Janji-janji tentang kepekaan terhadap lingkungan tidak ditanggapi dengan baik pada musim semi 2008, padahal semua orang yang kukenal, termasuk pejabat pemerintah, tahu bahwa selama bertahun-tahun satu-satunya hotel yang sudah ada di situ membuang limbahnya langsung ke ngarai terdekat; pemiliknya, yang bersikeras mengatakan bahwa perbaikan tangki septik sedang dilakukan, ternyata mantan direktur pariwisata.) Tetapi, ada masalah yang lebih besar dan lebih dikenal secara universal sedang berlangsung di seluruh Sierra Tarahumara, sebutan lain wilayah itu. Dengan atau tanpa bandara, pengaruh kehidupan modern Meksiko sudah datang melanda, merasuki budaya kaum pribumi yang untuk waktu lama berhasil menjaga jarak dengan dunia luar. Namun, setiap dorongan untuk membayangkan bahwa hal ini membuat segalanya—masyarakat pribumi yang dulu kehidupannya harmonis, yang kemudian dikotori oleh para pendatang yang membawa pandangan keliru tentang makna masyarakat beradab—menjadi lebih praktis, segera ditepiskan oleh masyarakat yang benar-benar tinggal di ngarai.
Seorang perawat klinik di kota San Rafael di Sierra Madre, seorang wanita separuh-Tarahumara yang berusia 35 tahun dan bernama Lorena Olivas Reyes, mengatakan bahwa para pasiennya yang orang Tarahumara sudah terpengaruh oleh kaum chabochi—istilah ini di Sierra disebut chabochiado—sehingga dia tidak perlu menciptakan istilah baru dalam bahasa Rarámuri untuk “tekanan darah tinggi,” yang tidak ada dalam bahasa tersebut. Dia dapat menggunakan bahasa Spanyol ketika menjelaskan kepada pasiennya bahwa mereka, seperti kaum chabochi, sekarang terkena alta presión. Lorena bertulang pipi menonjol dan berambut hitam tebal yang panjangnya sepinggang, yang digulung menjadi konde rapi ketika bekerja di San Rafael. Setiap kali aku melihatnya di klinik, dia selalu mengenakan seragam perawatnya yang putih, tampak anggun dengan mimik wajah serius di kala berjalan dengan efisien di antara para wanita Tarahumara yang mengenakan rok panjang berwarna cerah.
Lorena pertama kali bermigrasi dari tempatnya dibesarkan, sebuah permukiman Tarahumara berdinding ngarai yang bernama Guagüeyvo, ketika usianya 13 tahun. Dia memanjat ngarai—di kala itu belum ada jalan, dan cara keluar dari tempat itu adalah mendaki lereng ngarai yang terjal—karena dia senang belajar, dan kelas berikutnya yang ada hanya tersedia di sekolah yang jarak tempuhnya berjam-jam, yang bahkan terasa berat bagi pelari-kaki yang masih kecil itu jika harus dilakukan setiap hari. Aku baru mengetahui hal ini ketika aku dan Lorena berhasil meyakinkan seorang tukang kayu di San Rafael untuk mengantarkan kami berkendara selama lima jam ke Guagüeyvo dengan menggunakan truk pickup-nya, bersama ketiga putra Lorena, sebuah sepeda tua, satu wadah lemak babi, sebongkah keju, sekantung cokelat yang dibungkus aluminium foil, dan dua perdu bunga mawar untuk kebun ibunya.
Rencana pengembangan Ngarai Tembaga sarat dengan ketidakpastian dan kontroversi—pembangunan bandara mengalami penundaan berkali-kali, dan perdebatan tentang lingkungan terus berlanjut, terutama karena seluruh wilayah Sierra secara berkala dilanda hembusan angin panas. (Janji-janji tentang kepekaan terhadap lingkungan tidak ditanggapi dengan baik pada musim semi 2008, padahal semua orang yang kukenal, termasuk pejabat pemerintah, tahu bahwa selama bertahun-tahun satu-satunya hotel yang sudah ada di situ membuang limbahnya langsung ke ngarai terdekat; pemiliknya, yang bersikeras mengatakan bahwa perbaikan tangki septik sedang dilakukan, ternyata mantan direktur pariwisata.) Tetapi, ada masalah yang lebih besar dan lebih dikenal secara universal sedang berlangsung di seluruh Sierra Tarahumara, sebutan lain wilayah itu. Dengan atau tanpa bandara, pengaruh kehidupan modern Meksiko sudah datang melanda, merasuki budaya kaum pribumi yang untuk waktu lama berhasil menjaga jarak dengan dunia luar. Namun, setiap dorongan untuk membayangkan bahwa hal ini membuat segalanya—masyarakat pribumi yang dulu kehidupannya harmonis, yang kemudian dikotori oleh para pendatang yang membawa pandangan keliru tentang makna masyarakat beradab—menjadi lebih praktis, segera ditepiskan oleh masyarakat yang benar-benar tinggal di ngarai.
Seorang perawat klinik di kota San Rafael di Sierra Madre, seorang wanita separuh-Tarahumara yang berusia 35 tahun dan bernama Lorena Olivas Reyes, mengatakan bahwa para pasiennya yang orang Tarahumara sudah terpengaruh oleh kaum chabochi—istilah ini di Sierra disebut chabochiado—sehingga dia tidak perlu menciptakan istilah baru dalam bahasa Rarámuri untuk “tekanan darah tinggi,” yang tidak ada dalam bahasa tersebut. Dia dapat menggunakan bahasa Spanyol ketika menjelaskan kepada pasiennya bahwa mereka, seperti kaum chabochi, sekarang terkena alta presión. Lorena bertulang pipi menonjol dan berambut hitam tebal yang panjangnya sepinggang, yang digulung menjadi konde rapi ketika bekerja di San Rafael. Setiap kali aku melihatnya di klinik, dia selalu mengenakan seragam perawatnya yang putih, tampak anggun dengan mimik wajah serius di kala berjalan dengan efisien di antara para wanita Tarahumara yang mengenakan rok panjang berwarna cerah.
Lorena pertama kali bermigrasi dari tempatnya dibesarkan, sebuah permukiman Tarahumara berdinding ngarai yang bernama Guagüeyvo, ketika usianya 13 tahun. Dia memanjat ngarai—di kala itu belum ada jalan, dan cara keluar dari tempat itu adalah mendaki lereng ngarai yang terjal—karena dia senang belajar, dan kelas berikutnya yang ada hanya tersedia di sekolah yang jarak tempuhnya berjam-jam, yang bahkan terasa berat bagi pelari-kaki yang masih kecil itu jika harus dilakukan setiap hari. Aku baru mengetahui hal ini ketika aku dan Lorena berhasil meyakinkan seorang tukang kayu di San Rafael untuk mengantarkan kami berkendara selama lima jam ke Guagüeyvo dengan menggunakan truk pickup-nya, bersama ketiga putra Lorena, sebuah sepeda tua, satu wadah lemak babi, sebongkah keju, sekantung cokelat yang dibungkus aluminium foil, dan dua perdu bunga mawar untuk kebun ibunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar