Para ilmuwan tengah menggali potensi medis bisa.
OLEH JENNIFER S. HOLLAND
FOTO OLEH MATTIAS KLUM
FOTO OLEH MATTIAS KLUM
Cat itu menunjukkan massa dengan tumor hingga sesedikit 200 sel. “Kita benar-benar dapat melihat tumor hampir sel demi sel,” kata Olson. “Dengan ini ahli bedah dapat membuang lebih banyak sel kanker, bahkan mungkin sampai 100 persen.” Percobaan toksin berwarna pada manusia akan dimulai akhir tahun ini.
Jika uji itu berjalan baik, cat ini dapat digunakan untuk kanker prostat, kolorektal, paru-paru, payudara, pankreas, dan kulit, di samping glioma, berpotensi menyelamatkan atau memperpanjang hidup jutaan nyawa setiap tahun.
Sejauh ini belum ada obat dari toksin kalajengking yang disetujui, tetapi toksin ini merupakan senjata kimiawi yang serbaguna. Ada yang memerangi kanker, sementara ada pula yang menjadi dasar obat jantung, pereda nyeri, antikejang, dan antimalaria.
Siput rangkik tidak semenyeramkan kalajengking, tetapi di balik keindahan ini tersimpan maut. Rangkik tidak memiliki rahang maupun cakar. “Hewan ini cuma memiliki kaki yang sangat lemah untuk memegang mangsanya,” kata Baldomero Olivera, ahli Conus di University of Utah.
“Jadi rangkik mengimbangi hal ini dengan memiliki 50 komponen bisa atau lebih yang menyerang berbagai aspek.” Spesies Conus purpurascens yang memangsa ikan, salah satu favorit Olivera, menggunakan probosis beracunnya yang dapat memanjang untuk menombak ikan, melumpuhkannya dalam sekejap. Kelumpuhan itu memberi waktu bagi berbagai toksin dalam bisa untuk menyebar dan menghentikan aktivitas otot.
Disengat oleh rangkik, kata Olivera, “seperti dipatuk kobra dan makan buntal sekaligus.” Siput rangkik, ujar Olivera, “mirip perusahaan obat kecil yang merancang dan memproduksi senyawa sendiri untuk memenuhi kebutuhannya.”
Konotoksin dalam bisa rangkik menghentikan proses sel saraf—yang ternyata merupakan cara efektif untuk meredakan nyeri pada penderita kanker stadium akhir. Peptida racun rangkik yang disebut konantokin, yang target molekulnya sangat spesifik, tampak cukup berhasil dalam uji terhadap kejang epilepsi.
Baik konotoksin maupun konantokin dapat mencegah penyakit Alzheimer dan Parkinson, depresi, bahkan kecanduan nikotin. Sejauh ini, ada lima senyawa dari rangkik yang masuk tahap percobaan pada manusia, dan telah menghasilkan satu obat pereda nyeri sekuat morfin, yaitu zikonotida. Secara kimiawi, zikonotida persis sama dengan komponen yang diproduksi oleh rangkik.
Jika uji itu berjalan baik, cat ini dapat digunakan untuk kanker prostat, kolorektal, paru-paru, payudara, pankreas, dan kulit, di samping glioma, berpotensi menyelamatkan atau memperpanjang hidup jutaan nyawa setiap tahun.
Sejauh ini belum ada obat dari toksin kalajengking yang disetujui, tetapi toksin ini merupakan senjata kimiawi yang serbaguna. Ada yang memerangi kanker, sementara ada pula yang menjadi dasar obat jantung, pereda nyeri, antikejang, dan antimalaria.
Siput rangkik tidak semenyeramkan kalajengking, tetapi di balik keindahan ini tersimpan maut. Rangkik tidak memiliki rahang maupun cakar. “Hewan ini cuma memiliki kaki yang sangat lemah untuk memegang mangsanya,” kata Baldomero Olivera, ahli Conus di University of Utah.
“Jadi rangkik mengimbangi hal ini dengan memiliki 50 komponen bisa atau lebih yang menyerang berbagai aspek.” Spesies Conus purpurascens yang memangsa ikan, salah satu favorit Olivera, menggunakan probosis beracunnya yang dapat memanjang untuk menombak ikan, melumpuhkannya dalam sekejap. Kelumpuhan itu memberi waktu bagi berbagai toksin dalam bisa untuk menyebar dan menghentikan aktivitas otot.
Disengat oleh rangkik, kata Olivera, “seperti dipatuk kobra dan makan buntal sekaligus.” Siput rangkik, ujar Olivera, “mirip perusahaan obat kecil yang merancang dan memproduksi senyawa sendiri untuk memenuhi kebutuhannya.”
Konotoksin dalam bisa rangkik menghentikan proses sel saraf—yang ternyata merupakan cara efektif untuk meredakan nyeri pada penderita kanker stadium akhir. Peptida racun rangkik yang disebut konantokin, yang target molekulnya sangat spesifik, tampak cukup berhasil dalam uji terhadap kejang epilepsi.
Baik konotoksin maupun konantokin dapat mencegah penyakit Alzheimer dan Parkinson, depresi, bahkan kecanduan nikotin. Sejauh ini, ada lima senyawa dari rangkik yang masuk tahap percobaan pada manusia, dan telah menghasilkan satu obat pereda nyeri sekuat morfin, yaitu zikonotida. Secara kimiawi, zikonotida persis sama dengan komponen yang diproduksi oleh rangkik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar