Biaya besar yang sudah dikeluarkan batal karena berbagai alasan. Padahal, saat ini ada 20 individu lumba-lumba yang butuh direhabilitasi.
Situs Bersejarah di McDonald's Kota Malang
Dua Pertiga Spesies Samudra Belum Terungkap
2012, Satwa Langka Marak Diperjualbelikan secara Daring
Pelestari Ikon Sulawesi Tengah
Kesadaran Bencana di Indonesia Masih Rendah
Menginap di Hotel Berbintang Berbuah Konservasi Panda
Tanaman Raksasa Terbesar dan Terbau Kembali Mekar
Terlantar, Pusat Rehabilitasi Lumba-Lumba Karimunjawa
Indonesia menjadi satu-satunya tempat di dunia yang memiliki lokasi rehabilitasi permanen lumba-lumba, yakni di Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah. Hal ini membuat Indonesia menjadi negara yang memiliki sumber daya ekoturisme yang besar.
Sayangnya lokasi rehabilitasi ini terlantar. Sejak awal didirikan pada awal tahun 2012, belum ada lumba-lumba yang direhabilitasi. Menurut Femke Den Haas dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN), yang bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan dan BKSDA Jateng untuk pembangunannya, fasilitas ini memakan biaya Rp800 juta.
"Pusat rehabilitasi ini dibangun sejak Februari dan sudah siap tampung (lumba-lumba) pada Maret. Tapi semua itu batal," ujar Den Haas saat ditemui dalam perayaan pertama perayaan Hari Konservasi Kehidupan Liar (Wildlife Conservation Day), Selasa (4/12), di Jakarta.
Pembatalan terjadi, kata Den Haas, karena pergantian pejabat di lingkungan Kemenhut dan birokrasi yang berbelit. Padahal sudah banyak biaya yang dikeluarkan untuk riset awal dan mendatangkan beberapa pakar lumba-lumba untuk memastikan kelayakan fasilitas.
Selain itu, sudah ada 20 individu lumba-lumba yang siap dimasukkan dalam fasilitas ini. Mereka merupakan spesies yang diklaim terjaring jala dan selama ini ditampung warga. "Setelah tahun 2011, fasilitas yang ada hanya di-maintain saja. Semua biaya yang dikeluarkan belum ada hasil," papar Den Haas.
Rehabilitasi dibutuhkan karena lumba-lumba yang selama ini ditampung warga berada dalam kondisi memprihatinkan. Spesies ini tidak bisa dipelihara terlalu lama di kolam karena pancaran sonar yang dikeluarkan akan memantul kembali. Ibaratnya, seperti manusia yang hidup dalam ruang penuh kaca. Bagi lumba-lumba, kondisi ini bisa memicu dampak psikologis.
Menurut Agus Sriyadi Budi Sutito, Kepala Subdirektorat Pengawetan dan Pemanfaatan Jenis, Direkorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Ditjen PHKA, Karimunjawa dipilih sebagai lokasi karena cocok dengan habitat lumba-lumba.
Selain lokasi ini, dicoba pula pusat rehabilitasi di Pulau Seribu, DKI Jakarta. "Namun, Karimunjawa bebas dari gangguan, tidak sepadat di Pulau Seribu," ujar Agus.
Sayangnya hingga saat ini, pihak Direkorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Ditjen PHKA belum memiliki data jumlah lumba-lumba yang membutuhkan rehabilitasi. Selain itu, belum ada produk hukum yang secara khusus melindungi spesies ini.
sumber : klik disini
Artikel yang berkaitansumber : klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar