
Tak kasat mata. Ada di mana-mana. Dan berkuasa.
OLEH NATHAN WOLFE
FOTO OLEH DEPT.MIKROBIOLOGI, BIOZENTRUM, UNIVERSITAT BASEL/PHOTO RESEARCHER, INC
FOTO OLEH DEPT.MIKROBIOLOGI, BIOZENTRUM, UNIVERSITAT BASEL/PHOTO RESEARCHER, INC
Yang membuat galur ini sangat berbahaya adalah kekebalannya terhadap antibiotik, mukjizat kedokteran modern yang telah menyelamatkan jutaan nyawa sejak pertengahan abad lalu. Semakin kita memahami mikrobiota manusia, kita kian menyadari betapa mudahnya mikroba-bermanfaat terembet menjadi korban sampingan antibiotik.
Sekitar 10-40 persen anak-anak yang diberi antibiotik spektrum luas mengalami diare terkait-antibiotik, karena mikrobiota ususnya terganggu. Meluasnya penggunaan antibiotik sejak usia dini mungkin menimbulkan efek yang lebih besar seiring waktu.
Mikroba lambung Helicobacter pylori telah lama diketahui menyebabkan tukak pada beberapa orang, tetapi pada kebanyakan orang bakteri ini berfungsi mengatur sel kekebalan dalam lambung. Ahli mikrobiologi Martin Blaser yang telah meneliti H. pyloriselama beberapa dasawarsa, mencatat bahwa makin sedikit orang dewasa yang memiliki mikroba itu, sebagian karena seringnya mendapat antibiotik dosis tinggi selama masa kanak-kanak.
Blaser berpendapat, semakin berkurangnya bakteri dalam tubuh mungkin berkaitan dengan meningkatnya pengidap asma pada generasi muda Amerika. Jadi apakah kita harus mengobati anak-anak pengidap bengek dengan bakteri H. pylori? Tidak sesederhana itu.
Semakin kita mengenal hubungan antara manusia dan mikroba—serta hubungan kompleks antara satu mikroba dengan yang lain—ilmuwan mulai memandang mikrobiom seperti ahli ekologi memandang ekosistem. Ini bukan sebagai kumpulan spesies tetapi sebagai lingkungan dinamis yang terbentuk oleh berbagai interaksi antara anggotanya.
Artinya, kita harus lebih hati-hati menggunakan antibiotik dan pengobatan probiotik yang sedang naik daun yang tidak hanya menggenjot sementara jumlah mikroba tertentu, tetapi juga merangsang seluruh populasi. “Kita tahu cara mengacau komunitas mikroba,” kata Katherine Lemon, peneliti mikrobiom. “Yang belum kita ketahui adalah cara mengembalikannya ke keadaan yang sehat.”
Pandangan tentang hubungan kita dengan mikroba ini sangat bertentangan dengan pandangan saya sebagai ahli mikrobiologi yang menganggapnya sebagai calon pembunuh yang harus diburu dan dibasmi sebelum menyebar. Tentu saja kedua pandangan ini benar. Kita tidak boleh lalai menjaga diri dari ancaman patogen.
Namun, semakin dalam menjelajahi dunia mikroba, ketakutan kita terhadap makhluk tidak kasat mata yang ada di sekitar dan dalam tubuh ini harus dibarengi dengan penghargaan kita atas manfaat yang baru diketahui—dan debar-debar hati menunggu penemuan selanjutnya.
Sekitar 10-40 persen anak-anak yang diberi antibiotik spektrum luas mengalami diare terkait-antibiotik, karena mikrobiota ususnya terganggu. Meluasnya penggunaan antibiotik sejak usia dini mungkin menimbulkan efek yang lebih besar seiring waktu.
Mikroba lambung Helicobacter pylori telah lama diketahui menyebabkan tukak pada beberapa orang, tetapi pada kebanyakan orang bakteri ini berfungsi mengatur sel kekebalan dalam lambung. Ahli mikrobiologi Martin Blaser yang telah meneliti H. pyloriselama beberapa dasawarsa, mencatat bahwa makin sedikit orang dewasa yang memiliki mikroba itu, sebagian karena seringnya mendapat antibiotik dosis tinggi selama masa kanak-kanak.
Blaser berpendapat, semakin berkurangnya bakteri dalam tubuh mungkin berkaitan dengan meningkatnya pengidap asma pada generasi muda Amerika. Jadi apakah kita harus mengobati anak-anak pengidap bengek dengan bakteri H. pylori? Tidak sesederhana itu.
Semakin kita mengenal hubungan antara manusia dan mikroba—serta hubungan kompleks antara satu mikroba dengan yang lain—ilmuwan mulai memandang mikrobiom seperti ahli ekologi memandang ekosistem. Ini bukan sebagai kumpulan spesies tetapi sebagai lingkungan dinamis yang terbentuk oleh berbagai interaksi antara anggotanya.
Artinya, kita harus lebih hati-hati menggunakan antibiotik dan pengobatan probiotik yang sedang naik daun yang tidak hanya menggenjot sementara jumlah mikroba tertentu, tetapi juga merangsang seluruh populasi. “Kita tahu cara mengacau komunitas mikroba,” kata Katherine Lemon, peneliti mikrobiom. “Yang belum kita ketahui adalah cara mengembalikannya ke keadaan yang sehat.”
Pandangan tentang hubungan kita dengan mikroba ini sangat bertentangan dengan pandangan saya sebagai ahli mikrobiologi yang menganggapnya sebagai calon pembunuh yang harus diburu dan dibasmi sebelum menyebar. Tentu saja kedua pandangan ini benar. Kita tidak boleh lalai menjaga diri dari ancaman patogen.
Namun, semakin dalam menjelajahi dunia mikroba, ketakutan kita terhadap makhluk tidak kasat mata yang ada di sekitar dan dalam tubuh ini harus dibarengi dengan penghargaan kita atas manfaat yang baru diketahui—dan debar-debar hati menunggu penemuan selanjutnya.
sumber : NG Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar