Hi ALL ,  welcome  |  MY SITE  |  PLEASE READ  |  THANK'S YOU ALL
Selamat datang di online learning, Ayo, terus belajar dan ilmu adalah teman yang paling baik. (kritik dan saran hubungi mhharismansur@gmail.com atau Hp. 081329653007)

Hikayat Negeri Tembakau part 4

Written By mhharismansur on Jumat, 18 Januari 2013 | 06.32



Tembakau berjalin kelindan dengan kebudayaan masyarakat Nusantara.

OLEH PUTHUT E.A.
FOTO OLEH HAFIDZ NOVALSYAH
Saya sempat berbincang dengan beberapa orang sepuh, yang saya taksir usia mereka di atas 70 tahun. Memang benar, seorang di antara mereka bahkan sudah berusia hampir 80 tahun. Tidak ada yang tahu persis sejak kapan Lamuk ditanami tembakau. Jawabannya selalu: “Sejak dulu.”

Hanya, seingat mereka, dulu tembakau hanya ditanam untuk dikonsumsi sendiri. Namun, mereka sepakat bahwa penanaman besar-besaran tembakau di Lamuk terjadi pada 1969. Hal tersebut cukup masuk akal karena mendekati tahun tersebut industri rokok terutama rokok kretek mulai mengalami kemajuan yang pesat.

Lamuk dulu dikenal sebagai daerah minus, dengan tanah yang cengkar dan lanskap yang curam. Kini, Lamuk mendadak masyhur karena menghasilkan tembakau kualitas nomor satu, yang sering disebut sebagai tembakau srintil.

Tembakau srintil menjadi masyhur karena saat panen tidak semua petani “dianugerahi” tembakau ini, meski dari kebun yang sama. Dengan harga srintil yang berkisar antara Rp400.000 sampai 800.000, bahkan beberapa kali tembus di atas Rp1.000.000 per kilogram, pasti banyak orang yang mengincar lahan di daerah tersebut. Kepala desa yang saya tanya hal tersebut tergelak, “Mas, kalau ada orang mau membeli tanah di Lamuk, orang Lamuk akan bertanya balik: Anda punya tanah berapa, biar saya beli.”

Memang benar. Dari hasil tembakau tersebut, banyak orang dari Lamuk yang membeli tanah ke desa lain bahkan kecamatan lain. Dengan suara bariton dan sorot matanya yang tajam, Subakir bahkan mengatakan, “Beberapa tahun lalu tersiar berita menggegerkan karena ada petani-petani yang sempat mencari informasi bagaimana cara membeli helikopter. Petani-petani itu berasal dari Lamuk.”

Rumah Agus Parmuji masih ramai, padahal sudah jam 21.00. Lebih dari sepuluh orang sibuk mem­­bongkar keranjang-keranjang berisi tem­­bakau, me­ngambil contoh tembakau, men­cium, lalu mencatat, memberi tanda pada keranjang-keranjang tersebut, dan kemudian me­nyimpannya di gudang.

Laki-laki 34 tahun itu adalah kepala desa di Wonosari, Kecamatan Bulu, Temanggung. Rumah Agus sendiri terletak di dusun Dukuh. Suatu malam pada Agustus lalu saya datang ke rumahnya, saat sebagian besar warga Te­mang­gung memanen tembakau. “Ini masih petikan kedua, Mas. Srintil akan keluar setelah tanggal 24 Agustus,” ucap Agus sambil memperlihatkan be­berapa contoh tembakau kepada saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar