Bapak evolusi tentu tergetar melihat ilmu pengetahuan yang terilhami oleh teorinya.
OLEH MATT RIDLEY
FOTO OLEH LYNN JOHNSON
FOTO OLEH LYNN JOHNSON
Dalam salah satu renungannya, Darwin berpendapat bahwa seleksi seksual mungkin dapat menjelaskan perbedaan ras manusia: “Kita melihat bahwa setiap ras memiliki gaya keindahannya sendiri.… Pemilihan wanita yang lebih menarik oleh pria yang lebih berkuasa dalam setiap suku yang rata-rata meninggalkan jumlah anak yang lebih besar, setelah beberapa generasi berlalu [akan] mengubah karakter suku itu dalam kadar tertentu.” Wasit belum memutuskan perihal gagasan khusus ini, tetapi ada tanda-tanda bahwa Darwin mungkin setidaknya benar sebagian.
Mata biru misalnya. Darwin seperti kebanyakan orang Eropa bermata biru. Pada awal 2008, Hans Eiberg dan rekan-rekannya di Københavns Universitet mengumumkan bahwa mereka menemukan mutasi genetik yang sama pada semua orang yang murni bermata biru. Mutasi itu adalah perubahan satu huruf, dari A menjadi G, pada rantai panjang kromosom 15 yang meredam ekspresi gen bernama OCA2. Gen ini terlibat dalam pembuatan pigmen yang menggelapkan mata. Dengan membandingkan DNA orang Denmark dengan DNA penduduk Turki dan Yordania, Eiberg menghitung bahwa mutasi ini baru terjadi sekitar 6.000-10.000 tahun lalu, lama setelah penemuan pertanian, pada orang-orang tertentu di sekitar Laut Hitam. Jadi, Darwin mungkin mendapatkan mata birunya karena huruf yang salah eja dalam DNA pada bayi seorang petani Neolitikum.
Mengapa perubahan genetik ini menyebar demikian luas? Tidak ada bukti bahwa mata biru membantu orang bertahan hidup. Mungkin sifat bawaan ini berkaitan dengan kulit yang lebih pucat, yang membuat lebih banyak cahaya matahari yang diperlukan untuk sintesis vitamin D masuk. Itu sangat penting karena orang di daerah utara yang kurang cahaya matahari menjadi lebih tergantung pada padi-padian yang kurang mengandung vitamin D sebagai makanan pokok. Di sisi yang lain, orang yang bermata biru mungkin punya anak lebih banyak karena kebetulan lebih menarik bagi lawan jenis di kawasan geografi tersebut. Yang manapun itu, penjelasan tersebut kembali mengarah kepada dua teori Darwin—seleksi alam dan seksual.
Yang Menarik, perubahan ejaan yang menyebabkan mata biru tidaklah terjadi dalam gen pigmen itu sendiri, melainkan pada kutipan kitab DNA di dekatnya yang mengendalikan ekspresi gen tersebut. Ini sejalan dengan ide yang semakin populer dalam biologi evolusi dan genetika: evolusi terjadi tidak hanya dengan mengubah gen, tetapi juga dengan mengubah cara gen tersebut diaktifkan atau dipasifkan. Menurut Sean Carroll dari University of Wisconsin at Madison, “Bahan bakar utama evolusi anatomi ternyata bukan perubahan gen, melainkan perubahan dalam pengaturan gen yang mengendalikan perkembangan.”
Konsep saklar genetik menjelaskan kejutan yang memalukan bahwa manusia ternyata tidak memiliki gen khusus manusia. Dalam dasawarsa terakhir, saat ilmuwan membandingkan genom manusia dengan genom makhluk-makhluk lain, diketahui bahwa kita mewarisi tidak hanya jumlah gen yang sama dengan tikus—kurang dari 21.000—tetapi bahkan sebagian besar gennya sama. Itu sama halnya seperti kita tidak memerlukan kata-kata yang berbeda untuk menulis buku yang berbeda, sehingga gen baru juga tidak diperlukan untuk membuat spesies baru: cukup diubah urutan dan pola penggunaannya.
Mata biru misalnya. Darwin seperti kebanyakan orang Eropa bermata biru. Pada awal 2008, Hans Eiberg dan rekan-rekannya di Københavns Universitet mengumumkan bahwa mereka menemukan mutasi genetik yang sama pada semua orang yang murni bermata biru. Mutasi itu adalah perubahan satu huruf, dari A menjadi G, pada rantai panjang kromosom 15 yang meredam ekspresi gen bernama OCA2. Gen ini terlibat dalam pembuatan pigmen yang menggelapkan mata. Dengan membandingkan DNA orang Denmark dengan DNA penduduk Turki dan Yordania, Eiberg menghitung bahwa mutasi ini baru terjadi sekitar 6.000-10.000 tahun lalu, lama setelah penemuan pertanian, pada orang-orang tertentu di sekitar Laut Hitam. Jadi, Darwin mungkin mendapatkan mata birunya karena huruf yang salah eja dalam DNA pada bayi seorang petani Neolitikum.
Mengapa perubahan genetik ini menyebar demikian luas? Tidak ada bukti bahwa mata biru membantu orang bertahan hidup. Mungkin sifat bawaan ini berkaitan dengan kulit yang lebih pucat, yang membuat lebih banyak cahaya matahari yang diperlukan untuk sintesis vitamin D masuk. Itu sangat penting karena orang di daerah utara yang kurang cahaya matahari menjadi lebih tergantung pada padi-padian yang kurang mengandung vitamin D sebagai makanan pokok. Di sisi yang lain, orang yang bermata biru mungkin punya anak lebih banyak karena kebetulan lebih menarik bagi lawan jenis di kawasan geografi tersebut. Yang manapun itu, penjelasan tersebut kembali mengarah kepada dua teori Darwin—seleksi alam dan seksual.
Yang Menarik, perubahan ejaan yang menyebabkan mata biru tidaklah terjadi dalam gen pigmen itu sendiri, melainkan pada kutipan kitab DNA di dekatnya yang mengendalikan ekspresi gen tersebut. Ini sejalan dengan ide yang semakin populer dalam biologi evolusi dan genetika: evolusi terjadi tidak hanya dengan mengubah gen, tetapi juga dengan mengubah cara gen tersebut diaktifkan atau dipasifkan. Menurut Sean Carroll dari University of Wisconsin at Madison, “Bahan bakar utama evolusi anatomi ternyata bukan perubahan gen, melainkan perubahan dalam pengaturan gen yang mengendalikan perkembangan.”
Konsep saklar genetik menjelaskan kejutan yang memalukan bahwa manusia ternyata tidak memiliki gen khusus manusia. Dalam dasawarsa terakhir, saat ilmuwan membandingkan genom manusia dengan genom makhluk-makhluk lain, diketahui bahwa kita mewarisi tidak hanya jumlah gen yang sama dengan tikus—kurang dari 21.000—tetapi bahkan sebagian besar gennya sama. Itu sama halnya seperti kita tidak memerlukan kata-kata yang berbeda untuk menulis buku yang berbeda, sehingga gen baru juga tidak diperlukan untuk membuat spesies baru: cukup diubah urutan dan pola penggunaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar