
Prakiraan cuaca antariksa selama beberapa tahun ke depan: badai matahari, dengan kemungkinan padamnya listrik di dunia. Apakah kita siap?
OLEH TIMOTHY FERRIS
FOTO OLEH NASA SOLAR DYNAMICS OBSERVATORY (SDO)
FOTO OLEH NASA SOLAR DYNAMICS OBSERVATORY (SDO)
Perapian termonuklir raksasa ini sangat gaduh. “Matahari berbunyi sepert bel dengan jutaan suara yang berbeda,” catat Mark Miesch dari National Center for Atmospheric Research di Colorado. Suara-suara ini menghasilkan gejolak di permukaan matahari, dipelajari oleh para ilmuwan untuk memetakan kedalaman arus-arus di zona konveksi, suatu disiplin ilmu yang disebut helioseismologi. Sensor pada satelit Solar Dynamics Observatory milik NASA baru-baru ini membuat para peneliti Stanford University mendeteksi ikatan magnetik 65.000 kilometer di bawah permukaan matahari. Beberapa hari kemudian, sensor pada satelit itu memprediksi kejadian ini sebagai bintik matahari.
Data tersebut memberikan informasi berharga tentang bagaimana badai matahari terjadi. Matahari bak dinamo dengan aliran bidang magnet global mengelilinginya dari kutub ke kutub. Aliran bidang magnet lokal, terjalin dengan plasma di zona konveksi, berkelit, dan berliku menembus permukaan, membentuk lingkaran yang terlihat karena plasma panas yang bersinar. Ketika lingkaran bertabrakan, terjadilah korsleting, menyebabkan ledakan plasma nan hebat yang dinamakan suar matahari. Suar itu memuntahkan sinar-X dan Gamma ke angkasa dan mempercepat laju partikel bertenaga hingga hampir seperti kecepatan cahaya.
Kejadian Carrington merupakan sebuah suar kuat matahari yang menghasilkan pasangan lontaran massa korona (Coronal Mass Ejection/CME)—ledakan besar plasma panas bersifat magnetik yang dimuntahkan ke angkasa. CME pertama mungkin mencapai Bumi dalam jangka waktu normal sekitar 40 hingga 60 jam. Kemudian, membuat jalur pada angin radiasi matahari sehingga yang kedua hanya perlu menempuh waktu 17 jam. Dampak kombinasi lontaran ini menekan magnetosfer Bumi—bidang magnet Bumi yang berinteraksi dengan angin radiasi matahari—berkurang dari ketinggian normal 60.000 kilometer hingga 7.000 kilometer. Partikel bertenaga memasuki lapisan atas atmosfer menciptakan aurora di banyak bagian Bumi. Bahkan, beberapa orang menyangka terjadi kebakaran di kota mereka.
Badai super sekelas Carrington mungkin hanya terjadi sekali dalam beberapa abad. Namun, badai yang jauh lebih kecil dapat menyebabkan kerusakan berarti, terutama karena manusia menjadi semakin tergantung pada teknologi satelit. Badai matahari mengganggu ionosfer—lapisan atmosfer Bumi tempat aurora terjadi. Para pilot dari hampir 11.000 penerbangan komersial dengan rute di atas daerah kutub utara tiap tahunnya bergantung pada sinyal radio gelombang pendek yang memantul dari ionosfer untuk komunikasi di atas lintang 80 derajat. Ketika cuaca antariksa mengganggu ionosfer dan memutuskan komunikasi gelombang pendek, pilot diharuskan mengubah rute, bisa menambah biaya hingga hampir semiliar rupiah per penerbangan. Ionosfer yang terganggu juga mengacaukan sinyal GPS, menyebabkan kesalahan posisi hingga 50 meter. Artinya, para penyurvei harus berhenti, pengeboran minyak lepas pantai sulit untuk tetap pada posisinya, dan para pilot tak dapat bergantung pada sistem GPS untuk pendaratan.
Sinar UV selama suar matahari dapat mengganggu orbit satelit karena pemanasan atmosfer, menyebabkan pelambatan gerak. NASA memperkirakan bahwa Stasiun Antariksa Internasional turun lebih dari 300 meter sehari ketika matahari berulah. Badai matahari juga merusak satelit komunikasi, mengubah mereka menjadi “satelit zombie”, melayang dan mati.
Data tersebut memberikan informasi berharga tentang bagaimana badai matahari terjadi. Matahari bak dinamo dengan aliran bidang magnet global mengelilinginya dari kutub ke kutub. Aliran bidang magnet lokal, terjalin dengan plasma di zona konveksi, berkelit, dan berliku menembus permukaan, membentuk lingkaran yang terlihat karena plasma panas yang bersinar. Ketika lingkaran bertabrakan, terjadilah korsleting, menyebabkan ledakan plasma nan hebat yang dinamakan suar matahari. Suar itu memuntahkan sinar-X dan Gamma ke angkasa dan mempercepat laju partikel bertenaga hingga hampir seperti kecepatan cahaya.
Kejadian Carrington merupakan sebuah suar kuat matahari yang menghasilkan pasangan lontaran massa korona (Coronal Mass Ejection/CME)—ledakan besar plasma panas bersifat magnetik yang dimuntahkan ke angkasa. CME pertama mungkin mencapai Bumi dalam jangka waktu normal sekitar 40 hingga 60 jam. Kemudian, membuat jalur pada angin radiasi matahari sehingga yang kedua hanya perlu menempuh waktu 17 jam. Dampak kombinasi lontaran ini menekan magnetosfer Bumi—bidang magnet Bumi yang berinteraksi dengan angin radiasi matahari—berkurang dari ketinggian normal 60.000 kilometer hingga 7.000 kilometer. Partikel bertenaga memasuki lapisan atas atmosfer menciptakan aurora di banyak bagian Bumi. Bahkan, beberapa orang menyangka terjadi kebakaran di kota mereka.
Badai super sekelas Carrington mungkin hanya terjadi sekali dalam beberapa abad. Namun, badai yang jauh lebih kecil dapat menyebabkan kerusakan berarti, terutama karena manusia menjadi semakin tergantung pada teknologi satelit. Badai matahari mengganggu ionosfer—lapisan atmosfer Bumi tempat aurora terjadi. Para pilot dari hampir 11.000 penerbangan komersial dengan rute di atas daerah kutub utara tiap tahunnya bergantung pada sinyal radio gelombang pendek yang memantul dari ionosfer untuk komunikasi di atas lintang 80 derajat. Ketika cuaca antariksa mengganggu ionosfer dan memutuskan komunikasi gelombang pendek, pilot diharuskan mengubah rute, bisa menambah biaya hingga hampir semiliar rupiah per penerbangan. Ionosfer yang terganggu juga mengacaukan sinyal GPS, menyebabkan kesalahan posisi hingga 50 meter. Artinya, para penyurvei harus berhenti, pengeboran minyak lepas pantai sulit untuk tetap pada posisinya, dan para pilot tak dapat bergantung pada sistem GPS untuk pendaratan.
Sinar UV selama suar matahari dapat mengganggu orbit satelit karena pemanasan atmosfer, menyebabkan pelambatan gerak. NASA memperkirakan bahwa Stasiun Antariksa Internasional turun lebih dari 300 meter sehari ketika matahari berulah. Badai matahari juga merusak satelit komunikasi, mengubah mereka menjadi “satelit zombie”, melayang dan mati.
sumber : NG Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar